Melihat Penegakan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia

Blog Single

Selasa 16 Maret 2021 Fakultas Syariah IAIN Kudus kembali menggelar konsorsium daring dengan tema “Penegakan Hukum Ekonomi Syariah Kontemporer”. Terhitung dari beberapa konsorsium yang telah dilaksanakan sebelumnya, ini adalah kali kelima/ jilid 5. Inna Fauziatal Ngazizah, MHI. dosen program studi (prodi) Hukum Ekonomi Syariah (HES) bertindak sebagai narasumber. Kegiatan yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam (09.00 – 12.00 WIB) diikuti oleh para dosen Fakultas Syariah dan sebagian mahasiswa.

“Indonesia adalah negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Dalam hal ekonomi syariah juga mengalami perkembangan yang signifikan, terbukti mulai banyaknya transaksi-transaksi ekonomi masyarakat berbasis ekonomi syariah”, ucap Lina Kushidayati, SHI., MA. (ketua prodi HES) mengawali pembicaraan dalam keynote speaker.

“banyak lembaga keuangan di Indonesia yang menerapkan prinsip ekonomi syariah. Pada tahun 2017 Presiden Joko Widodo bersama Otoritas Jasa Kuangan (OJK) meresmikan Bank Wakaf Mikro (BWM), sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang fokus pada pembiayaan masyarakat kecil. BWM mengelola wakaf tunai dan wakaf produktif, bertempat dilingkungan pesantren yang mendapat izin dari OJK”, lanjut Lina.

“demi memperkuat industri keuangan syariah dan pemerataan ekonomi masyarakat, di awal tahun 2021 pemerintah mendorong  merger tiga bank syariah “plat merah” yaitu: BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan BNI Syariah, menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Perundang-undangan di Indonesia juga telah mengakomodasi prinsip syariah seperti: Undang-Undang (UU) Zakat, UU Wakaf, dan UU Perbankan Syariah. Kesempatan konsorsium ini akan mendiskusikan tentang apa dan bagaimana peraturan terkait hukum ekonomi syariah di Indonesia dan apa tantangan bagi penegakan HES masa kini, bersama narasumber yang kompeten”, pungkasnya.

“penegakan hukum ekonomi syariah merupakan satu pilar penting yang belum mendapatkan perhatian lebih, padahal keberadaannya menjadi ekosistem lingkaran ekonomi di Indonesia. Tapi sebelum berbicara tentang penegakan HES kontemporer, tentu kita tidak boleh melupakan sejarah ekonomi syariah masa lalu”, ungkap Inna mulai menyampaikan materinya.

“hukum ekonomi klasik terbagi dalam tiga masa, yaitu: masa Rasulullah Muhammad SAW, Umar Bin Khattab (Khulafaur Rasyidin) dan Al Maududi (Sayyid Abul A`la Maududi)”. Pada masa Rasulullah hukum ekonomi berupa larangan perbuatan curang (tidak sesuai ajaran Islam) dalam jual beli seperti: larangan Najsy, Tallaqi Al Rukban, Ihtinaz dan Ihtikar”. Masa Umar Bin Khattab telah ada Baitul Maal, aturan kepemilikan tanah, zakat, `ushr dan shadaqah untuk non muslim. Sedangkan masa Al Maududi ekonomi syariah telah membincang kebijakan tentang keadilan distribusi, hak-hak sosial, zakat, hukum waris, peran tenaga kerja, modal dan pengelolaan”, terangnya.

“penegakan HES di Indonesia antara lain melalui UU sebagaimana disinggung pada keynote speaker (UU Zakat, UU Wakaf, UU Perbankan Syariah), UU Peradilan Agama Nomor 3 Tahun 2006 jo UU Peradilan Agama Nomor 50 Tahun 2009, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penegakan HES antara lain: Perangkat (konsistensi asas hukum, proses perumusan, kemampuan operasional, dan tinjauan/riview UU), Penegak hukum (kualitas dan integritas aparat), Pihak-pihak, Sarana dan Prasarana”.

“penegakan HES cukup tersistem dengan baik di negara ini. Jika dikaitkan dengan opini wakil presiden (K.H. Ma’ruf Amin) yang menyebut bahwa: penegakan hukum dan peradilan ekonomi syariah belum mendapatkan perhatian yang memadai, sebagai insan akademis kita perlu mengkaji maupun meneliti untuk menemukan jawaban dari opini tersebut. Sehingga hasilnya bermanfaat baik dari sisi keilmuan atau juga berkontribusi untuk penegakan HES itu sendiri. Selanjutnya mari kita teruskan dengan berdiskusi” pungkas Inna mengakhiri pemaparannya.  (KUA.red)

Share this Post1:

Galeri Photo