Modernisasi Peradilan, Langkah Besar Mahkamah Agung Merespon Era Digital

Blog Single

Kudus, 5 Agustus 2022 Fakultas Syariah IAIN Kudus kembali menggelar konsorsium. Kegiatan ini dilaksanakan secara blended. Narasumber pertama Dr. Nur Moklis, S.H.I., S.Pd., M.H. adalah alumni Fakultas Syariah yang menjadi Hakim Pengadilan Agama Pelaihari Kalimantan Tengah menyampaikan materi “Modernisasi Peradilan: Studi Kasus pada Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia” secara daring. Sementara narasumber lainnya Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah (Abdul Haris Naim, S.Ag., MH.) memberikan materi “Analisis Penerapan E-Litigasi di Peradilan Agama” secara luring-daring.

Nur Moklis menjelaskan bahwa upaya modernisasi peradilan oleh Mahkamah Agung RI tercemin dari cetak biru pembaharuan peradilan 2010-2035, yang mencakup pembaruan fungsi teknis dan managemen perkara. Pembaruan juga dilaksanakan pada ranah penelitian pengembangan, pengelolaan sumberdaya manusia, sistem pendidikan pelatihan, pengelolaan anggaran, pengelolaan aset, dan pembaruan teknologi informasi Upaya-upaya ini dilaksanakan secara bertahap, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan peradilan yang sederhana,  cepat berbiaya ringan sebagaimana amanat Undang-Undang.

“masyarakat secara faktual mengalami dampak positif secara langsung diantaranya, menurunnya biaya perkara secara drastis, melakukan konsultasi perkara secara virtual, membuat surat gugatan secara mandiri, pendaftaraan online, pembayaran perkara online, panggilan sidang secara online, mediasi virtual, persidangan online, serta pengambilan produk peradilan secara online. Masyarakat bisa memantau semua tahapan sidang melalui aplikasi e-court yang dimilikinya, hal ini tentu sangat membantu masyarakat dalam hal mengakses lembaga peradilan baik dari rumah, tempat kerja atau dimanapun ia berada” terangnya.

Narasumber kedua fokus pada Analisis Penerapan E-Litigasi di Peradilan Agama. Kesimpulannya  antara lain : 1.  Proses persidangan secara elektronik (e-litigasi) dalam aplikasi e-court merupakan langkah besar yang dilakukan oleh Mahkamah Agung untuk diterapkan di semua pengadilan, termasuk pengadilan agama. Proses persidangan e-court dilakukan dengan tahapan pemanggilan para pihak, persidangan upaya perdamaian,  persidangan tahap jawab menjawab, intervensi pihak ketiga (jika ada), persidangan dalam tahap pembuktian, persidangan dalam tahap kesimpulan dan pembacaan putusan upaya hukum; 2.  Penerapan  pembuktian  dalam  persidangan  secara  elektronik,  terbatas  pada  tahap layanan administrasi perkara sehingga dapat dikatakan bahwa pembuktian secara elektronik dalam proses persidangan belum diakomodir dalam Perma Nomor 1 Tahun 2019, khususnya  tentang prosedur pembuktian. Oleh karena itulah terjadi kekosongan hukum mengenai hal ini sehingga pada masa mendatang secara formil perlu diatur mengenai prosedur pembuktian. Studi ini memandang bahwa secara materiil, bukti elektronik tersebut dipandang sah secara hukum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 UU ITE, namun praktiknya di pengadilan masih belum diterima karena belum ada ketentuan formilnya. (AbHaNa.Red – KUA.ed)

Share this Post1:

Galeri Photo